Makam Adisucipto pada awalnya berada di pemakaman umum Pakuncen Yogyakarta. Demikian pula ketika istrinya meninggal juga dimakamkan di tempat ini. Selanjutnya Momumen Ngoto sebagai tempat jatuhnya pesawat Dakota VT-CLA yang ditumpangi Adisucipto dan teman-temannya mengalami pemugaran dan selesai dipugar pada 29 Juli 1981. Setelah pemugaran monumen selesai dan sesudah meminta pertimbangan keluarga korban, maka pada tahun 2000, jenazah Adisucipto dan istri dipindahkan ke Monumen Ngoto. Begitu pula untuk jenazah Prof. Dr Abdulrahman Saleh dan istrinya juga ikut dipindahkan ke Monumen Ngoto. Keempat jenazah tersebut saat ini dimakamkan berdampingan dalam satu baris, tepatnya di sisi sebelah utara dari lapangan yang biasa dipakai untuk upacara, berdekatan dengan tiang bendera. Sementara makam Adisumarmo Wiryokusumo hingga saat ini berada di Taman Makam Pahlawan.
Monumen Ngoto selain terdapat makam Adisucipto dan istri serta Prof. Dr. Abdulrahman Saleh dan istri, juga dihiasi dengan relief-relief seputar peristiwa jatuhnya pesawat Dakota VT-CLA, termasuk relief kedua tokoh tersebut ditambah relief tokoh Adisumarmo Wiryokusumo. Keberadaan relief-relief ini terletak di sisi utara dan barat bagian utara. Sementara di sisi selatan, masih dalam satu kompleks lapangan upacara, terpasang beberapa koleksi foto yang juga berkaitan dengan peristiwa jatuhnya pesawat Dakota ini. Lapangan upacara Monumen Ngoto ini sering dipakai untuk upacara resmi TNI AU, seperti misalnya pada Hari Bhakti TNI AU setiap tanggal 29 Juli atau Hari TNI AU tanggal 9 April. Agak ke selatan lagi, di ujung pintu masuk kompleks Monumen Ngoto juga terpampang replika atau benda tiruan pesawat Dakota VT-CLA bagian belakang (ekor pesawat) yang masih utuh.
Replika pesawat Dakota VT-CLA tidak hanya dapat dijumpai di Monumen Ngoto tetapi juga ditemukan di Museum Pusat TNI AU Dirgantara Mandhala yang terletak di kompleks AURI Adisucipto. Di museum ini, replika juga berbentuk pesawat Dakota bagian belakang yang dipajang di samping koleksi-koleksi jenis pesawat lain, misalnya pesawat jenis P-51 Mustang buatan Amerika Serikat, pesawat jenis Mitsubishi A6M5 Zero Sen buatan Jepang, dan pesawat jenis Glider Kampret buatan Indonesia.
Kebesaran nama Adisucipto membuat beberapa museum di Yogyakarta juga menampilkan koleksi-koleksi yang berkaitan dengan dirinya. Misalnya museum yang mengoleksi benda-benda sejarah perjuangan bangsa Indonesia seperti Museum Benteng Vredeburg Yogyakarta. Museum ini menampilkan paling tidak dua diorama yang mengisahkan perjuangan Adisucipto dan teman-temannya. Ketiga diorama itu terletak di Ruang Pameran Tetap Diorama III dan ditampilkan dalam diorama nomer 26 dengan judul “Pembentukan TRI AU dan Pembangunan Kembali Pesawat Udara” dan diorama nomer 29 dengan judul “Tertembaknya Pesawat Dakota VT-CLA”. Beberapa koleksi foto juga terpampang di museum ini. Sementara Museum Perjuangan yang terletak di Jalan Kolonel Sugiyono 24 Yogyakarta ini menampilkan koleksi berupa replika patung Adisucipto.
Adisucipto bersama teman-temannya seangkatan bisa dikatakan sebagai perintis penerbang asli pribumi bangsa Indonesia. Banyak jasanya ketika ia dan kawan-kawannya bergabung dalam masa-masa mempertahankan kemerdekaan RI. Atas semua jasanya yang telah diberikan kepada tanah air itulah, sudah selayaknya Agustinus Adisucipto mendapat gelar Pahlawan Nasional dari pemerintah Republik Indonesia dengan pangkat terakhir Marsekal Muda TNI Anumerta. Selain itu, Pangkalan Udara yang terletak di Maguwo Yogyakarta ini diubah menjadi Bandara Udara Internasional Adisucipto. Pengabadian nama Adisucipto juga untuk penamaan nama jalan protokol yang ada di Yogyakarta.
0 komentar:
Posting Komentar